[VIGNETTE] Beautiful Mistake — IRISH`s Story

Beautiful Mistake

With EXO`s Byun Baekhyun and OC`s Lee Yuna

A fantasy, slight!mystery, romance, school-life story rated by T in vignette length

DISCLAIMER

This is a work of fiction. I don’t own the cast. Every real ones belong to their real life. And every fake ones belong to their fake appearance. The incidents, and locations portrayed herein are fictitious, and any similarity to or identification with the location, name, character or history of any person, product or entity is entirely coincidental and unintentional. Any unauthorized duplication and/or distribution of this art without permission are totally restricted.

©2016 IRISH Art&Story All Rights Reserved

—Cold like winter, warm like spring. That’s… when your eyes meet mine—

██║ ♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ ║██

PROLOGUE.

Ada satu batas tipis yang membedakan kesadaran manusia. Memberi tanda cukup nyata untuk membedakan mana yang nyata dan tidak. Membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Membedakan mana yang harus dipercaya dan tidak dipercaya. Mana yang sempurna dan penuh cacat cela.

Dan tanda itu tak pernah kutemukan. Karena aku… bisa melihat keindahan tak nyata sebagai sesuatu yang nyata. Melihat kesempurnaan ditengah cacat cela. Mempercayai apa yang tak sanggup dipercayai orang lain.

Byun Baekhyun, pemilik nama itu telah mengajarkanku. Untuk menghapus batas tipis yang selalu membatasi dan menjadi pagar yang membiarkan manusia untuk berada di garis kewajaran yang begitu membosankan.

Ia pula yang sudah menunjukkan celah kecil yang selalu kuabaikan dalam hidupku. Keindahan yang tak pernah kurasakan selama delapan belas tahun hidupku. Cinta. Ilusi yang dipercaya manusia sebagai sesuatu yang nyata.

Lantas, apa aku satu-satunya yang merelakan batasku untuk dihancurkan?

██║ ♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ ║██

In Yuna’s Eyes…

Candu.

Satu kata itu selalu muncul dalam pikiranku akhir-akhir ini. Bukan karena aku seorang pengguna obat-obatan terlarang yang tengah sakaw, bukan juga karena aku seorang psikopat yang ingin melukai seseorang.

Kata itu akan meluncur begitu saja ketika nama satu orang berputar dalam ingatanku. Memberi efek berlebihan pada tiap neuron otakku untuk kemudian membuat hipotalamus menaikkan kadar feromon dalam tubuh ini.

Semuanya terjadi begitu cepat, rasanya satu sekon baru saja berlalu ketika aku sadar, jantungku sudah bekerja tidak normal, dan pipiku memanas, hanya karena memikirkan sebuah nama.

Bukan hal baik, tapi ini adalah sebuah pertanda buruk.

Semua orang sudah memperingatiku pada awalnya. Tapi aku terlalu bebal untuk mendengarkan apa yang mereka katakan.

“Jangan menatap matanya, kau tak akan bisa berpaling.”

Satu kalimat itu sekarang jadi sebuah cambuk bagiku, mengingatkanku bahwa beberapa hari lalu aku sudah melakukan hal yang tidak seharusnya aku lakukan.

Membiarkan retinaku merekam sepasang siluet gelap tak berekspresi miliknya.

Byun Baekhyun.

Ah, lagi-lagi, jantung ini kembali mengulang hal membosankannya hanya karena aku memikirkan nama pemuda itu.

Pemuda kelas sebelah yang selama hampir tiga tahun kuhindari. Bukan, bukan hanya aku, tapi seisi sekolah ini menghindarinya, bahkan guru-guru enggan bicara apalagi memandangnya.

Mereka bilang, gelap iris pemuda itu menyimpan sebuah kutukan. Membiarkan pandanganmu berkelana dan akhirnya bertemu miliknya, sama saja meminta kutukan untuk datang menghampiri.

Awalnya, kuanggap ucapan-ucapan itu sebagai lelucon, sangat lucu ketika kau menganggap seseorang membawa kutukan hanya karena hal sepele seperti itu bukan? Ya, pada awalnya aku beranggapan begitu.

Tapi kudapati diriku juga enggan menatapnya, entah mengapa. Seolah ia pun enggan memandang salah satu dari kami, berada di dekatnya akan memberimu efek menakutkan yang seringkali kau rasakan ketika kau berada ditengah komplek pemakaman, di tengah malam, sendirian.

Menakutkan bukan?

“Ah… Kau sangat bodoh, Yuna.” apa lagi yang bisa aku lakukan selain menggerutu? Karena aku sendiri sudah membiarkan pandanganku berkelana beberapa hari lalu, terpesona pada keadaan yang menyuguhkanku sebuah pemandangan dimana Byun Baekhyun berdiri di pinggir lapangan dengan peluh membasahi tubuh.

Sialan, bagaimana bisa saat itu ia terlihat sangat… argh! Byun Baekhyun sialan.

“Apa kau baik-baik saja hari ini?” sopran seseorang menginterupsi perdebatan dalam diriku.

Kutolehkan pandangan menatap Jungyeon, teman semejaku, baru saja datang dengan tas ransel tersampir di kedua bahunya dan mengulum lollipop favoritnya. Dengan santai ia merebahkan diri di kursi sementara aku memandangnya dengan wajah tertekuk.

“Ya, aku masih baik-baik saja.” ucapku menjawab pertanyaannya beberapa detik lalu. Mendengar responku, ia mengangguk-angguk bergaya seolah ia adalah CEO sebuah perusahaan.

“Baguslah, senang mendengarnya. Seisi kelas ini penasaran.” dengan sadis ia berucap, seolah kalimatnya tidak memberiku efek ‘kami ingin lihat bencana apa yang kau dapat’ saat aku mendengarnya.

“Memangnya kau percaya tentang gosip yang mereka sebarkan?” aku balik bertanya.

Jungyeon mengangkat bahu acuh. “Banyak yang percaya, sebagian lain—termasuk kau—tidak percaya. Tapi kau tahu sendiri apa yang sudah terjadi bukan? Beberapa anak kelas satu sudah jadi korban. Hmm, sebut saja Michelle, karena tidak sengaja melihat matanya, beberapa hari kemudian ia kecelakaan.”

“Lalu, Youngoh, karena tidak sengaja saling berpandangan dengannya, di jam makan siang ia tergelincir dari lantai tiga dan menghabiskan berbulan-bulan di rumah sakit. Dan oh! Jangan lupa—”

“Semuanya terjadi dengan tidak sengaja.” potongku tanpa sadar saat mendengar penuturan Jungyeon.

“Apa?” ia menyernyit memandangku.

“Mereka semua secara tidak sengaja melihat matanya.”

Alis Jungyeon bersatu, keningnya bahkan berkerut, tanda bahwa ia tengah berpikir sangat keras tentang keadaan yang sekarang ada di hadapannya.

“Ya, memang. Tapi sama saja, semuanya berefek—”

“Lalu bagaimana jika aku sengaja?” tanyaku lagi-lagi memotong ucapannya.

“Apa maksudmu?”

“Bagaimana jika aku… sengaja memandangnya?”

Jungyeon terdiam, memandangku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan. Sejenak, ia menarik dan menghembuskan nafas panjang secara intens sebelum ia akhirnya berucap.

“Memangnya, kau sengaja melihatnya hari itu?”

Ya. Aku sengaja. Aku memang sengaja melihatnya karena hari itu ia tidak terlihat seperti Byun Baekhyun biasanya. Ia bahkan tersenyum hari itu, ia bahkan tidak menundukkan kepalanya.

Hari itu ia terlihat… berbeda.

“Aku memang sengaja melihatnya.”

“Lee Yuna, kau sudah gila huh?”

██║ ♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ ║██

Ia lagi-lagi ada di sana. Membangkitkan candu yang sudah kuat-kuat kutekan untuk tenggelam dibalik satu kata yang amat berarti, kesadaran. Sekarang, mana mungkin netraku sanggup berpaling darinya ketika untuk kedua kalinya ia terlihat begitu… sempurna?

Senyumku bahkan tanpa sadar mengembang kala melihat tetes hujan membasahi tubuhnya. Kupejamkan mata guna menekan kinerja jantungku yang ingin meledak. Begitu menggebu bak genderam perang.

Bagaimana ia bisa melakukan hal seperti ini padaku?

Aku menghembuskan nafas panjang. Semua ini hanya karena ia terlihat berbeda, itu saja. Tidak ada hal lain yang jadi alasannya.

“Kau melihatku lagi, Yuna.”

Bahuku terlonjak kala kukenali suaranya masuk dalam pendengaran. Pemandangan yang segera menyambut kala mataku terbuka adalah dirinya, dalam jarak tak sampai dua meter di hadapanku.

“B-Baekhyun…”

Alisnya terangkat sedikit, sudut bibirnya bahkan membentuk kurva kecil yang tak pernah kulihat selama hampir tiga tahun. Senyuman.

“Kau bahkan menyebut namaku…” ia bergumam.

Ingin, ingin sekali aku mengalihkan pandanganku darinya, tapi ia seolah mengunciku, mengekangku hingga aku tak sanggup bergerak barang seujung jari pun sekarang.

“Kau juga melihatku hari itu.” ia berucap, gelap netranya berkeliaran sejenak sebelum akhirnya bersarang pada milikku, memakuku di tempat.

“Apa rasanya nyaman?” ia bertanya.

“Apa maksudmu?” kuberanikan diri untuk bicara.

“Kadang, rasanya akan dingin, dan mencekam, seperti musim dingin. Kadang juga, rasanya akan sangat hangat dan menenangkan, seperti musim semi. Itu akan terjadi jika pandanganku bertemu dengan seseorang…” ia merajut langkah pendek, mengikis jarak yang tadinya tercipta diantara kami.

“Dari dua kemungkinan itu, mana yang kau rasakan?” tanyanya.

“Tidak dari keduanya.”

“Apa?” ia berucap dengan nada tak mengerti.

“Candu. Itulah yang kurasakan. Memang benar, awalnya aku merasa sangat takut, mungkin seperti musim dingin yang kau jelaskan. Dan tadi… rasanya begitu hangat, seperti musim semi. Tapi rasanya candu. Aku tak ingin melihatmu, tapi aku bahkan tak bisa mengalihkan pandanganku darimu.”

Lagi-lagi kurva kecil terukir di wajahnya.

“Mengapa?” tanyanya.

“Seperti yang orang-orang percaya tentangmu. Kutukan. Kutukan itu terjadi padaku juga.”

“Kutukan… apa?” ia memandangku, lagi-lagi mengikis jarak yang tercipta hingga kini kami berhadapan.

Kuyakini ia pasti mendengar gemuruh jantungku meski dibawah guyuran hujan sekalipun. Dan sekali lagi, aku ingin menampar diriku dan menyadarkan otakku bahwa keadaan seperti ini tidak seharusnya terjadi.

Bahwa bicara dengan Byun Baekhyun adalah sesuatu yang salah.

“Kurasa… kutukanku ada hubungannya denganmu.” ujarku menjelaskan.

“Ada hubungannya denganku?” lengan kanannya terangkat, sementara jemarinya kini menyentuh helai rambutku, menciptakan sengatan listrik lain di seluruh tubuhku, lagi-lagi memperingatiku untuk sadar dari keadaan yang sekarang kuhadapi.

“Aku jatuh cinta padamu, Byun Baekhyun. Jatuh cinta pada pandangan pertama, mereka menyebutnya seperti itu. Bagaimana menurutmu?” aku kini memandangnya, sementara jemarinya membeku di helai rambutku yang tadi disentuhnya, ia menggeleng.

“Menurutku kau dapat kutukan paling mengerikan, Yuna.”

“Benarkah?”

Ia mengangguk, senyum lembut terukir di wajahnya sebelum ia menjauhkan tubuhnya dariku, menciptakan jarak dimana aku bisa mengatur kinerja jantungku sementara terus memandangnya tanpa ingin mengalihkan pandangan.

“Ya, apa kau tidak berpikir kutukanmu sangat mengerikan?”

Aku tertawa pelan.

“Kenapa? Karena aku jatuh cinta pada seorang yang sudah mati?”

Ia menjawab dengan senyuman.

“Kau sudah tahu jawabannya.”

██║ ♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ │█║♪ ♫ ║▌♫ ♪ ║██

EPILOGUE.

“Seorang siswa kelas 1 Seoul High School ditemukan tewas di dalam gudang pagi ini. Di perkirakan, siswa bernama Byun Baekhyun ini sudah terkurung di gudang sejak libur musim dingin, dan jenazahnya baru ditemukan di awal musim semi, saat kegiatan sekolah mulai berlangsung. Polisi masih menyelidiki penyebab kematian siswa berprestasi ini, pihak sekolah juga masih bungkam dan enggan memberikan penjelasan lebih lanjut.”

Jika saja… batas tipis itu diterima oleh semua orang, Byun Baekhyun tak akan sendirian.

Semua orang bisa melihatnya, melihat bagaimana sosok mengerikannya berkeliaran di lingkungan sekolah, tapi semua orang mengabaikannya. Bertindak seolah mereka tak melihat sosok tak hidup itu di sekeliling mereka.

Menghindarinya dengan begitu baik, menganggapnya tak ada padahal mereka tahu Baekhyun ada.

Membiarkan pandangan mereka bertemu dengan Baekhyun dianggap mereka sebagai sebuah kutukan…

Mengapa?

Tentu saja mereka begitu takut karena saling berpandangan dengan seorang… hantu. Mereka lantas mengumpat Baekhyun untuk kecelakaan yang mereka derita akibat ketidak sengajaan tadi.

Memangnya apa yang sudah dilakukan Baekhyun? Ia bahkan selalu menunduk selama hampir tiga tahun ini, menghindari semua orang agar tidak memandangnya. Apa yang salah dengan sebuah ketidak sengajaan?

Dan apa yang salah denganku?

Aku bahkan jatuh cinta… padanya?

Aku tak tahu, apa ini sesuatu yang buruk, atau baik. Setidaknya, ada aku, satu-satunya orang yang menganggap keberadaan Baekhyun sekarang. Melihat sosoknya yang rupawan dibanding dengan melihat bagaimana mengerikannya ia karena ditemukan membusuk di gudang sekolah.

Bagi semua orang, yang kulakukan adalah sebuah kesalahan.

Tapi bagiku, kesalahan yang sudah kulakukan tak pernah kusesesali. Bukankah menemukan cinta pertama adalah hal yang indah?

FIN.